1.
Demokrasi
Liberal (1950 – 1959)
Pada
periode ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering disebut
Demokrasi Liberal dan diberlakukan UUDS 1950. Berdasarkan UUD
tersebut pemerintahan yang dilakukan oleh kabinet sifatnya parlementer, artinya
kabinet bertanggung jawab pada parlemen. Jatuh bangunnya suatu kabinet
bergantung pada dukungan anggota parlemen.Karena kabinet selalu silih berganti, akibatnya pembangunan
tidak berjalan lancar, masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan
partai atau golongannya daripada kepentingan rakyat.
Ciri utama masa Demokrasi Liberal adalah
sering bergantinya kabinet. Hal ini disebabkan karena jumlah partai yang cukup
banyak, tetapi tidak ada partai yang memiliki mayoritas mutlak. Setiap kabinet
terpaksa didukung oleh sejumlah partai berdasarkan hasil usaha pembentukan
partai (kabinet formatur). Bila dalam perjalanannya kemudian salah satu partai
pendukung mengundurkan diri dari kabinet, maka kabinet akan mengalami krisis
kabinet. Presiden hanya menunjuk seseorang ( umumnya ketua partai ) untuk
membentuk kabinet, kemudian setelah berhasil pembentukannya, maka kabinet dilantik
oleh Presiden.
Suatu kabinet dapat berfungsi bila
memperoleh kepercayaan dari parlemen, dengan kata lain ia memperoleh mosi
percaya. Sebaliknya, apabila ada sekelompok anggota parlemen kurang setuju ia
akan mengajukan mosi tidak percaya yang dapat berakibat krisis kabinet. Selama
sepuluh tahun (1950-1959) ada tujuh kabinet, sehingga rata-rata satu kabinet
hanya berumur satu setengah tahun.
Peristiwa
jatuh bangunnya kabinet yang terjadi pada masa demokrasi ini dapat dilihat
dalam data sebagai berikut:
1) Kabinet Natsir (6 September 1950-27
April 1951)
Merupakan
kabinet pertama yang memerintah pada masa demokrasi liberal. Natsir berasal
dari Masyumi.
2) Kabinet Soekiman-Soewiryo (27 April
1951-3 April 1952)
Kabinet
ini dipimpin oleh Soekiman-Soewiryo dan merupakan kaninet koalisi Masyumi-PNI.
3) Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni
1953)
Kabinet
ini merintis sistem Zaken Kabinet, bahwa cabinet yang dibentuk terdiri dari
para ahli di bidangnya.
4) Kabinet Ali Satrowijoyo I (31 Juli
1953-12 Agustus 1955)
Merupakan
cabinet terakhir sebelum pemilihan umum, kabinet ini didukung oleh PNI-NU
sedangkan Masyumi sebagai oposisi.
5) Kabinet Baharudin Harahap dari
Masyumi (12 Agustus 1955-3 Maret 1959)
6) Kabinet Ali II (20 Maret 1955-14
Maret 1957)
Merupakan
cabinet koalisi PNI, Masyumi, dan NU.
7) Kabinet Juanda (9 April 1957)
Merupakan
Zaken Kabinet.
Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan
sistem Demokrasi Liberal yang dialami rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun,
rakyat Indonesia sadar bahwa sistem demokrasi tersebut tidak efektif dan tidak
cocok, karena tidak sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945. Selain itu,
dominanannya partai politik dan masih lemahnya landasan social ekonomi juga
membuat praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal. Akhirnya, Presiden Soekarno mengeluarkan
Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 yang berisi yaitu:
1) Pembubaran
konstituante
2) Tidak
berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945.
3) Pembentukan
MPRS dan DPAS
Sehingga,
dapat dinyatakan bahwa ciri-ciri dari masa demokrasi liberal ini adalah sebagai
berikut :
1) Presiden dan Wakil Presiden tidak
dapat diganggu gugat.
2) Menteri bertanggung jawab atas
kebijakan pemerintah.
3) Presiden dapat dan berhak membubarkan
DPR.
4) Perdana Menteri diangkat oleh
Presiden
2.
Demokrasi Terpimpin (1959 – 1965)
Pada
periode ini, UUD yang digunakan adalah UUD 1945. Pengertian demokrasi terpimpin
pada sila keempat Pancasila adalah “kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan”.
Akan tetapi, Presiden Soeakarno menafsirkan kata “terpimpin”, yaitu pimpinan
yang terletak di tangan ‘Pemimpin Besar Revolusi’.
Dengan
demikian, pemusatan kekuasaan di tangan presiden. Bukti pemusatan kekuasaan
pada presiden misalnya perihal MPR. Menurut UUD 1945, Presiden berada dibawah
MPR. Kenyataannya, MPR tunduk pada presiden. Presiden menentukan apa yang harus
diputuskan oleh MPR. Bukti lainnya yaitu terjadi pada tahun 1963. Dalam Sidang
Umum MPRS pada 1963, Presiden Soekarno diangkat menjadi presiden seumur hidup
oleh MPRS. Kemudian, pada 1960 DPR hasil pemilu dibubarkan oleh presiden dan
presiden kemudian membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR).
Terjadinya
pemusatan kekuasaan di tangan presiden menimbulkan penyimpangan dan
penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang puncaknya terjadi perebutan kekuasaan
oleh PKI pada tanggal 30 September 1965 (G30S/PKI) yang merupakan bencana
nasional bagi bangsa Indonesia, yang menyebabkan terbunuhnya tujuh jendral TNI
di Lubang Buaya Jakarta.
Berikut
ini merupakan penyimpangan-penyimpangan terhadap UUD 1945 yang terjadi pada
masa demokrasi terpimpin, yaitu:
1) Kedudukan presiden.
Berdasarkan UUD 1945, kedudukan
Presiden berada di bawah MPR. Akan tetapi, kenyataannya bertentangan dengan UUD
1945, sebab MPRS tunduk kepada Presiden. Presiden menentukan apa yang harus
diputuskan oleh MPRS. Hal tersebut tampak dengan adanya tindakan presiden untuk
mengangkat Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta
pengagkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar
serta wakil ABRI yang masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak
memimpin departemen.
2) Pembentukan
MPRS.
Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan
Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959. Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD
1945 karena Berdasarkan UUD 1945 pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi
negara harus melalui pemilihan umum sehingga partai-partai yang terpilih oleh
rakyat memiliki anggota-anggota yang duduk di MPR.
3) Peranan
parlemen lemah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden, dan presiden membentuk
DPR-GR (DPR-Gotong Royong).
Tugas DPR-GR adalah sebagai berikut:
a. Melaksanakan
manifesto politik
b. Mewujudkan
amanat penderitaan rakyat
c. Melaksanakan
Demokrasi Terpimpin
4) Jaminan
HAM lemah
5) Terjadi
sentralisasi kekuasaan
6) Terbatasnya
peranan pers
7) Kebijakan
politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan masa
Demokrasi Terpimpin dapat dicirikan sebagai berikut:
a. Kebebasan partai dibatasi.
b. Presiden cenderung berkuasa mutlak
sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
c. Pemerintah berusaha menata kehidupan
politik sesuai dengan UUD 1945.
d. Dibentuk lembaga-lembaga negara
antara lain MPRS, DPAS, DPRGR dan Front Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar